A. Jelaskan masing-masing Langkah Proses
Produksi
Proses produksi roti
diawali dengan penerimaan bahan baku, dimana bahan baku yang dibutuhkan
diantaranya adalah tepung terigu, ragi, gula, garam, maizena, skim, margarin,
telur, shortening, dan emulsifier. Dari bahan bahan yang sudah diterima, bahan
tepung terigu diayak untuk memastikan partikel yang digunakan homogen,
sedangkan telur dicuci agar bebas dari cemaran bakteri yang dapat menyebabkan
keracuanan, serta dipecahkan untuk mempermudah proses produksi roti.
Tahap awal pada proses
produksi roti adalah pengadukan (mixing)
pengadukan dilakukan dengan cara 2 tahap, pada tahap pertama bahan yang diaduk
adalah margarin, gula dan telur, sedangkan tahap kedua dicampurkankan terigu,
ragi, emplex, shortening, dan air. Proses pencampuran atau pengadukan ini bertujuan
untuk mencampur semua bahan-bahan dalam pembuatan roti agar homogen, kemudian
proses pengadukan juga dapat menghidrasi protein dan karbohidrat serta
membentuk dan melunakkan gluten,proses pengadukan harus dijaga, karena
pengadukan yang berlebihan akan merusak gluten dan memperlambat proses
fermentasi (Mudjajanto dan Yulianti, 2004). Setelah dilakukan pengadukan,
adonan yang terbentuk akan difermentasi, proses fermentasi dilakukan dengan
mendiamkan adonan beberapa saat, proses fermentasi dapat menghasilkan roti
dengan tekstur yang lebih lembut karena gas yang dihasilkan, serta menghasilkan
tekstur yang frothy atau porus
seperti busa (Antara,
2012). Setelah proses fermentasi, dilakukan proses dividing atau pemisahan yang akan
memudahkan dalam proses pembentukan bulatan (rounding), setelah roti dibentuk bulat-bulat dilakukan tahap proofing intermediete atau
pengistirahatan awal yang dilakukan sebelum moulding
yang bertujuan untuk mengembangkan adonan lebih maksimal. Setelah itu dilakukan
proses moulding atau pembentukan roti sesuai dengan bentuk roti yang
diinginkan, setelah proses moulding dilakukan final proofing yaitu pengistirahatan sebelum proses pemanggangan
atau pembakaran. Proses pemanggangan dilakukan pada suhu 220-230oC
dengan waktu 14-18 menit, proses pemanggangan akan menyebabkan adonan berubah
menjadi produk yang ringan dan mudah dicerna, aktivitas biologis yang
berlangsung akan berhenti seketika karena panas yang dihantarkan mampu
menghancurkan mikrobia dan enzim yang sedang bekerja (Desrosier,
1988). Setelah proses pemanggangan selesai dilakukan filling atau pengisian isian roti yang
dilakukan dengan dua pilihan yaitu isian vla dan krim. Setelah roti diisi
dilakukan pengemasan menggunakan plastik pp, penggunaan plastik pp
menguntungkan dalam pengemasan roti hal ini dikarenakan plastik pp lebih
ringan, mengkilat, memiliki permukaan yang halus dan memiliki ketahanan
terhadap lemak dan minyak yang lebih baik (Soeseno,
2010). Pembuatan krim dan vla sebagai isian dilakukan secara
terpisah. Dalam pembuatan vla hal pertama yang dilakukan adalah pencamuran
bahan susu, gula, maizena, dan garam, kemudian kuning telur dikocok dan
dianaskan dengan mencampurkannya kedalam bahan yang telah di campur, setelah
menjadi vla, adonan didinginkan dan disimpan sebagai stok isian roti, sedangkan
dalam pembuatan krim hal yang dilakukan adalah mencampurkan jelly mellow,
shortening, dan margarin, dengan prose pengadukan saja krim sudah bisa
didapatkan, kemudian krim sudah dapat disimpan sebagai isian. Proses produksi
roti secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.
A. Tentukan titik-titik kendali kritis dari
proses produksi tersebut dan jelaskan alasannya.
Titik kendali kritis dalam proses
pembuatan roti adalah suatu tahap atau prosedur dimana pengendalian dapat
diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau
dikurangisampai tingkat yang dapat diterima sehingga resiko dapat diminimalkan
untuk membantu membuat titik kendali kritis yang benar, dilakukan analisis
menggunakan diagram keputusan yang ada pada Gambar 2. Diagram keputusan
merupakan seri pertanyaan logis yang dapat membantu tim HACCP menganalisis
apakah proses tersebut merupakan titik kendali kritis atau bukan (Koswara,
2009). Berikut merupakan diagram pohon keputusan tersedia pada
Gambar 2.
Melalui
diagram pohon keputusan, tim HACCP dapat memutuskan titik kendali kritis pada
proses produksi roti.
Tabel
1. Penetapan CCP Produksi Roti
Input/Tahap Proses
|
Bahaya
|
P1
|
P2
|
P3
|
P4
|
CCP/ Bukan CCP
|
Penerimaan Telur
|
B : Salmonella
|
Y
|
Y
|
|
|
CCP
|
Input air dingin
|
B: Koliform, E.coli
|
Y
|
N
|
N
|
|
Bukan CCP
|
Pengayakan Tepung
|
F: Kawat, Benda Asing
|
Y
|
Y
|
|
|
CCP
|
Pembentukan adonan
|
B: Mikroba (S. aureus)
|
Y
|
N
|
Y
|
Y
|
Bukan CCP
|
Filling
|
B: Mikroba (S. Aureus dan Salmonella)
|
Y
|
N
|
Y
|
N
|
CCP
|
Penyimpanan Produk
|
B: Mikroba (Salmonella)
|
Y
|
N
|
N
|
|
Bukan CCP
|
Pemasakan Vla
|
B: Mikroba (Salmonella)
|
Y
|
N
|
Y
|
N
|
CCP
|
Keterangan
: B: Biologis; F: Fisik; Y: Yes; N: No.
A. Berikan rekomendasi untuk menangani
masing-masing titik kendali kritis tersebut.
Setelah diketahui titik
kendali kritis selama proses produksi dilakukan tahap penetapan proses
monitoring, tahapan ini merupakan tahapan pengamatan dan pengukuran batas
kritis secara terencana untuk meyakinkan bahwa batas kritis tang telah
ditentukan dapat meningkatkan keamanan produk. Tahap monitoring dilakukan
dengan beberapa pertanyaan yaitu: apa dijawab dengan apa yang harus dimonitor,
misalnya suhu, pH dll, pertanyaan mengapa dijawab dengan alasan apabila tidak
dikontrol dapat menyebabkan bahaya tertentu dan produk tidak aman, pertanyaan dimana
dijawab dengan pada posisi mana monitoring harus dilakukan, bagaimana
menanyakan metode monitoring, dan pertanyaan teakhir adalah siapa yag melakukan
monitoring, orang yang melakukan monitoring hendaknya adalah orang yang
memiliki akses terhadap CCP dan memiliki pengetahuan dan keterampila mengenai
CCP dan cara monitoring(Koswara,
2009).
Setelah tahap monitoring dilakukan penetapan tindakan koreksi,
tindakan koreksi dilakukan apabila terdapat penyimpangan terhadap CCP yang
telah ditetapkan, tindakan koreksi dibagi menjadi dua yaitu tindakan segera dan
tindakan pencegahan. Tindakan segera (immediete
action) yaitu penyesuaian proses akan menjadi terkontrol kembali. Dan
menangani produk-produk yang dicurigai terkena dampak penyimpangan. Yang kedua
yaitu tindakan pencegahan (preventive action) yaitu pertanggung jawaban untuk
tindakan koreksi dan pencatatan tindakan koreksi (Koswara,
2009).
Setelah tahapan monitoring dilakukan penetapan prosedur
verifikasi untuk meyakinkan apakah rencana HACCP sudah valid dan sudah
dilaksanakan sesuai rencana. Proses verifikasi akan memberikan jaminan bahwa
HACCP yangtelah ditetapkan telah sesuai dengan prosedur kerja produksi
sehari-hari dan dapat menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Prosedur
verifikas harus menjamin bahwa :
- Rencana HACCP yang diterapkan benar-benar tepat untuk mencegah timbulnya bahaya proses dan bahaya produkProsedur pemantauan dan tindakan koreksi masih diterapkan.
- Internal audit, pengujian mikrobiologi/kimia pada produk akhir tercatat
- Setelah tahap tersebut dilakukan dokumentasi atau perekaman data. Proses perekaman data dapat disusun melalui formulir atau borang yang dapat digunakan untuk keperluan inspeksi dan mempelajari apabila ada kerusakan yang dapat mengakibatkan penyimpangan pada proses produksi serta menemukan koreksi yang sesuai.
- Rencana HACCP dan semua mteri pendukungnya
- Dokumen pemantauan
- Dokumen tindakan koreksi
- Dokumen verifikasi
Berikut tabel HACCP plan yang dapat
dilakukan untuk menangani titik kendali kritis tersedia pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel HACCP
Plan produksi roti
Tahapan
CCP
|
Batas
Kritis
|
Prosedur
Monitoring
|
Tindakan
Koreksi
|
Verivikasi
|
Dokumentasi
|
||||
What
|
How
|
Where
|
Who
|
When
|
|||||
Penerimaan
Telur
|
Tidak
ada kotoran dalam kulit, ada jaminan suplier (Coa : salmonella negatif/25 g)
|
-permukaan
kulit telur
-Jaminan
Suplier
|
-
melakukan pemeriksaan visual
-
emeriksa jaminan suplier
|
Tempat
penerimaan
|
Personil
penerima
|
Rekaman
penerimaan bahan baku
|
Hubungi
kepala QC, dan putuskan diterima atau ditolak komplain kepada suplier
|
Review
form penerimaan setiap bulan
|
Rekaman
peneriaman bahan baku
|
Pengayakan
Tepung
|
Ayakan
utuh, tidak rusak atau bocor
|
Kondisi
ayakan
|
Mengamati
kondisi ayakan
|
Ditempat
pengayakan
|
Operator
pengayakan
|
Setiap
batch
|
Betulkan
ayakan, ayak ulang
|
Review
form kondisi ayakan setiap bulan
|
Rekaman
kondisi ayakan
|
Filling
|
Sanitasi
pekerja dan GMP pemasakan
|
Kebersihan
tangan pekerja, praktek hiegine pekerja
|
Mengamati
kondisi hiegine pekerja
|
Di
tempat filling
|
Personil
QC
|
Setiap
batch
|
Tegur,
pelatihan Higiene
|
Review
form sanitasi pekerja
|
Rekaman
sanitasi pekerja
|
Pemasakan
Vla
|
Suhu
72oC, 1 menit
|
Suhu
dan waktu pemasakan
|
Mencatat
suhu dan waktu pemasakan
|
Tempat
pemasakan
|
Operator
Pemasakan
|
Setiap
batch
|
Pemasakan
ulang (diteruskan)
|
Kalibrasi
suhu, peeliharaan alat bulanan, pengujian salmonella 6 bulan sekali.
|
Rekaman
suhu pemasakan vla
|
Apakah ada pengendalian ?
ReplyDeleteApakah perlu pengendalian yang spesifik?
ReplyDeleteApakah hazard yang lolos akan meningkat?
ReplyDeleteApakah hazard hilang pada proses selamanya?
ReplyDelete